Kenapa manusia
hidup bermasyarakat? Pertanyaan yang kurang lebih sudah terjawab di artikel
sebelumnya dari kaca mata Al-Qur’an dan Nahjul Balaghah. Kali ini mari kita
menyelami Nahjul Balaghah lebih dalam untuk menggali gambaran logis dan
rasional dari kehidupan sosial manusia yang sesuai dengan filsafat kemanusiaan.
Ceramah Amirul Mukminin as yang
ke-23 berbunyi demikian:
أّيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ لاَ يَسْتَغْنِي
الرَّجُلُ—وَإِنْ كَانَ ذَا مَالٍ—عَنْ عَشِيْرَتِهِ وَ دِفَاعِهِمْ عَنْهُ
بِأَيْدِيْهِمْ وَ أَلْسِنَتِهِمْ، وَهُمْ أَعْظَمُ النَّاسِ حِيْطَةً مِنْ
وَرَائِهِ وَ الْمُهِمُّ لِشَعْثِهِ وَ أَعْطَفُهُمْ عَلَيْهِ عِنْدَ نَازِلَةٍ
إِذَا نَزَلَتْ بِهِ وَ لِسَانُ الصِّدْقِ يَجْعَلُهُ اللهُ لِلْمَرْءِ فِي
النَّاسِ خَيْرًا لَهُ مِنَ الْمَالِ يُوْرِثُهُ غُيْرُهُ، أَلاَ لاَ يَعْدِلَنَّ
أَحَدُكُمْ عَنِ الْقَرَابَةِ يَرَى بِهَا الْخَصَاصَةَ أَنْ يَسُدَّهَا
بِالَّذِيْ لاَ يَزِيْدُهُ إِنْ أَمْسَكَهُ وَلاَ يَنْقُصُهُ إِنْ أَهْلَكَهُ، وَ
مَنْ يَقْبَضْ يَدَهُ عَنْ عَشِيْرَتِهِ فَإِنَّمَا تُقْبَضُ عَنْهُمْ يَدٌ
وَاحِدَةٌ وَ تُقْبَضُ مِنْهُمْ عَنْهُ أَيْدٍ كَثِيْرَةٌ؛ وَمَنْ تَلِنْ
حَاشِيَتُهُ يَسْتَدِمْ مِنْ قَوْمِهِ المَوَدَّةَ
"Wahai
massa, setiap orang—meskipun dia orang kaya—pasti butuh kepada bantuan tangan
dan lisan familinya, karena mereka adalah orang-orang yang lebih sering
mengayominya, mereka orang yang paling peduli mencari solusi saat dia
bermasalah, orang yang paling belas kasih dan sayang saat dia tertimpa musibah.
Mereka adalah nama baik yang dianugerahkan Allah kepada seseorang lebih baik
dari pada harta yang diwarisinya. Ingatlah apabila salah satu dari keluarga
kalian ada yang kekurangan dan membutuhkan makan, jangan sampai kalian tidak
membantu, karena orang yang tidak memberi, maka hartanya tidak akan bertambah
dan jika dia memberi, maka hartanya pun tidak berkurang. Orang yang berpaling
untuk mengulurkan tangan bantuan kepada familinya, maka sesungguhnya dia telah
menghambat satu tangan dari mereka dan membuang sejumlah besar tangan-tangan
yang akan membantunya, dan siapapun yang bertindak lemah-lembut kepada
sekitarnya, maka dia akan selalu disayangi oleh kaumnya."
Manusia
membutuhkan pertahanan, dukungan, pemeliharaan, kesetiaan, solusi, kasih
sayang, cinta, nama baik, dan ketersohoran yang terpuji. Semua ini karena
manusia rentan dengan kesulitan, kegelisahan, stress, dan bencana. Maka dari
itu, dia memerlukan keluarga yang menjaganya, butuh pada kaum yang
mengayominya, bergantung pada komunitas yang meluruskan dan menenangkannya
kembali saat tidak seimbang, perlu pada famili untuk meringankan
penderitaannya, dan membutuhkan lidah yang jujur agar tidak sendiri ketika dia
miskin.
Ini adalah
kemanusiaan orang yang peka. Ketika dia pelit, dia akan terperangkap sendiri.
Menjaga hak orang lain adalah keterjagaan diri sendiri, menolong orang lain
berarti juga tertolongnya diri sendiri, mengembangkan orang lain artinya
mencapai fakta dari sekedar potensi diri sendiri, dan ini adalah kemanusiaan
manusia bersejarah yang nyata dan sesungguhnya. Dia tumbuh menyempurna dalam
aksi dan reaksi silang atau beri dan terima dua belah pihak. Ini adalah
kemanusiaan seseorang yang kehidupan sosialnya merupakan perniagaan, jual dan
beli serta medan untung dan rugi. Apabila dia mengulurkan tangan bantuan kepada
orang lain, maka ribuan tangan akan terjulur untuk membantunya, dan apabila dia
tidak mengulurkan tangan pertolongan kepada mereka, maka secara tidak langsung
dia telah kehilangan ribuan tangan yang dapat menolongnya.
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ أَمْوَالَهُمْ
فِيْ سَبِيْلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ
سُنْبَلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَ اللهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَ اللهُ وَاسِعٌ
عَلِيْمٌ
"Perumpaan
orang yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah seperti biji yang tumbuh
darinya tujuh tunas yang di dalam setiap tunas terdapat seratus biji. Allah
menggandakan untuk siapa pun yang Dia kehendaki dan Allah adalah Maha Luas dan
Maha Tahu." (QS. Al-Baqarah [2]:261)
Pertanyaannya
sekarang adalah dari empat konsep yang tersebut di artikel sebelum ini, manakah
yang didukung oleh ceramah di atas?
Untuk menemukan
jawabannya, terlebih dahulu harus diketahui faktor apakah yang disebutkan dalam
ceramah ini; apakah faktor alam dan lingkungan, insting dan fisik, rasio dan
eksperimen, atau intuisi dan kecenderungan? Kalau kita perhatikan kembali
ceramah di atas, ceramah itu tersusun dari dua bagian: pertama,
diskripsi dan kedua, tuntunan.
Di bagian
pertama khotbah, Amirul Mukminin as menyebutkan manusia sebagai realitas yang
disertai kerumitan dan stress; tertimpa bencana dan kejadian-kejadian yang
tidak diinginkan serta dikelilingi oleh kefakiran dan kemiskinan. Adapun di
bagian kedua ceramah, beliau mewasiatkan bahwa setiap orang membutuhkan
keluarga dan familinya untuk membelanya dengan ucapan dan tindakan, karena
apabila dia berpikir sehat dan menimbang untung dan ruginya hubungan dia
bersama familinya dengan penghitungan akal sehat, maka dia akan sadar bahwa
dengan adanya kaum di sekelilingnya, dia telah memperoleh dukungan mereka
semua, dan apabila dia terpisah dari kaumnya, maka dia hanya menarik satu
tangan dari mereka dan akibatnya dia telah melepas ribuan tangan untuk dirinya.
Apakah akal penghitung dan pencari untung manusia memperbolehkan transaksi
seperti ini? Anda perhatikan secara seksama bahwa ceramah ini tidak
membicarakan kecenderungan esensial seseorang kepada orang lain atau
kecenderungan fitrah penciptaan manusia kepada famili dan sukunya. Bahkan juga
tidak berbicara tentang pemuasan maksimal terhadap kebutuhan insting seseorang,
melainkan berbicara tentang perniagaan, beri dan terima; ulurkan tangan ke
depan, dengan demikian ribuan tangan akan terulur untuk membantu Anda. Jangan
Anda melangkah mundur agar ribuan langkah tidak tercegah untuk Anda!
Analisa seperti
ini mengatakan, politik sosial adalah akibat dari kekuatan perhitungan manusia
dan akalnya yang selalu mencari untung, dan ini sama dengan teori ketiga dari
empat teori tersebut.
Coba kita
menengok ceramah Amirul Mukminin as yang lain, ceramah ke-127 Nahjul Balaghah
sebagai berikut:
وَخَيْرُ النَّاسِ فيَّ حَالاً
النَّمَطُ الاَْوْسَطُ فَالْزَمُوْهُ، وَ الْزَمُوا السَّوَادَ الْأَعْظَمَ،
فَإِنَّ يَدَ اللهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، وَ إِيَّاكُمْ وَ الْفُرْقَةَ
"Sebaik-baik
manusia di sekitarku adalah masyarakat menengah (yang tidak berlebihan dan juga
tidak kurang), maka bersamalah mereka dan bergabunglah dengan masyarakat,
karena tangan Allah (kekuasaan-Nya) bersama masyarakat. Hindarilah perpecahan,
karena orang yang sendiri dan terpisah dari masyarakat adalah mangsa setan
sebagaimana kambing yang sendiri dan terpisah dari kelompoknya menjadi mangsa
serigala."
Dua wasiat
dengan dua alasan; pertama, anjuran untuk bergabung dan bersatu,
alasannya adalah tangan Tuhan bersama mereka yang bersatu. Kedua, larangan
berpisah dari persatuan masyarakat, alasannya adalah kesendirian sama dengan
jadi mangsa setan.
Alasan pertama
menceritakan gandeng tangan persatuan dengan kekuatan, kebesaran dan keagungan
Allah SWT. “Tangan” adalah simbol dari kekuatan dan kekuasaan. Oleh karena itu,
ketika sebuah persatuan tebentuk dan teratur, maka bersamaan dengannya
terciptalah kehidupan dan lahirlah kekuasaan dan keperkasaan yang tidak lain
adalah manivestasi kekuasaan dan keagungan Tuhan. Persatuan adalah pusat
turunnya anugerah kehidupan, keselarasan dan keseimbangan, kekuatan dan
kekuasaan, kebesaran dan keagungan Tuhan. Inilah alasan mengapa beliau
mewasiatkan seseorang untuk bergabung bersama masyarakat yang bersatu.
Argumentasi kedua
menegaskan manusia penyendiri akan kerasukan setan dan jin; orang yang
mengisolir diri dan terpencil menyandang karakter setan. Dia belajar dari setan
dan tentunya menjadi sasaran waswas yang ditebarkan setan, dan dialah yang
menimbulkan perpecahan dan kegelapan. Oleh karena itu, kita dilarang berpisah
dari persatuan masyarakat.
Dua alasan
tersebut saling melengkapi dalam menafsirkan kehidupan sosial manusia yang
rasional dan common sensional. Dengan kata lain, persatuan masyarakat adalah
pusat anugerah Rahman, sedangkan kesendirian merupakan markas setan. Kelompok
adalah pengkirstalan hidup yang ceria dan kuat, sementara individualitas
merupakan manivestasi kematian, kelemahan, dan kehampaan. Persatuan masyarakat
mengundang petunjuk Tuhan, sedangkan isolirisasi individu mengundang penyesatan
setan. Oleh karena itu, siapakah yang rela lebih mendahulukan kematian dari
pada kehidupan, waswas dari pada ketenangan dan kegelisahan dari pada
ketentraman?!
Apa mungkin
orang yang berakal sehat bertindak seperti ini?! Ini adalah penjelasan common
sensional yang berasaskan akal sehat dan eksperimen sejarah. Dan ketika
dihadapkan antara dua pilihan tenang atau gelisah, yakin atau ragu, untung atau
rugi dan menang atau kalah, sudah barang tentu pilihan akal sehat adalah yang
pertama dari kedua.
Boleh jadi kita
bertanya, ceramah ke-176 Nahjul Balaghah mengajarkan individualisme, hidup
mandiri, terputus dari selainnya dan tenang tanpa memikirkan urusan orang lain,
dan hal ini berseberangan dengan hasil pembahasan sebelumnya tentang falsafah
kehidupan sosial manusia.
Untuk menjawab
pertanyaan ini, marilah terlebih dahulu kita cermati ceramah tersebut dan kita
amati perbedaannya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ طُوْبَی لِمَنْ شَغَلَهُ
عَيْبُهُ عَنْ عُيُوْبِ النَّاسِ وَ طُوْبَی لِمْنْ لَزِمَ بَيْتَهُ وَ أَکَلَ
قُوْتَهُ وَ اشْتَغَلَ بِطَاعَةِ رَبِّهِ وَ بَکَی عَلَی خَطِيْئَتِهِ فَکَانَ
مِنْ نَفْسِهِ فِيْ شُغْلٍ وَ النَّاسُ مِنْهُ فِيْ رَاحَةٍ
"Wahai
manusia, beruntunglah orang yang sibuk mengurusi aibnya sendiri ketimbang
mengurus aib orang orang lain, dan beruntunglah orang yang berdiam di rumahnya,
mengosumsi makanannya, sibuk menuruti Tuhannya, dan menangisi kesalahannya,
maka dia hanya sibuk dengan dirinya sendiri dan masyarakat tidak terganggu
dengan keberadaannya."
Pembicaraan di
atas mengarah pada pengembangan dan penghitungan jiwa dan tidak ada hubungannya
dengan urgensi atau tidaknya kehidupan madani. Ibarat di atas mengatakan,
sehubungan dengan orang-orang lain, manusia harus senantiasa intropeksi diri
dan memperhatikan kekurangan dirinya. Hal itu bukan berarti dia sama sekali
tidak boleh ada jalinan dengan yang lain. Ada tiga macam reaksi seseorang dalam
jalinannya bersama orang lain:
Pertama, mengisolir diri dari mereka, dan ini tidak bisa dimengerti dari
teks tersebut di atas. Secara spesial dan tanpa pengecualian tersendiri, hal
itu tidak terkandung dalam kapasitas kalimat di atas, karena kata-kata itu
keluar dari mulut seorang yang betul-betul sosial selama hidupnya dan tidak
pernah enggan untuk berbaur dan bermasyarakat.
Kedua, seutuhnya bersama mereka sehingga bangun dan tidurnya atas nama
mereka; dia selalu sensitif terhadap kondisi dan urusan mereka dari yang paling
kecil sampai yang terbesar. Tipe orang seperti ini kerjanya hanya mengusung
semua urusan orang lain dan mengobralnya secara bebas. Umumnya orang semacam
ini mengganggu ketenangan masyarakat. Ucapan dan tindakannya sering kali
menyakitkan orang lain. Kebersamaan ini bisa disebut dengan kebersamaan atas
dasar cinta yang menyebabkan terusiknya orang yang dicintai!
Ketiga, kebersamaan rasional dengan mereka; tubuh kita berbaur, tapi lidah
dan pikiran kita sangat berhati-hati dalam menyikapi mereka; kita bersama
mereka, tapi kita juga sibuk membenahi diri dan lebih mendahulukan kenyamanan
orang lain dari pada diri kita sendiri.
Ceramah Amirul
Mukminin as tersebut mengajarkan jenis hubungan seperti ini, persis riwayat
yang berbunyi:
کُنْ فِي النَّاسِ وَلاَ تَکُنْ مَعَهُمْ
"Hiduplah bersama orang lain, tetapi jangan sampai
kamu ikut-ikutan dia."
Oleh karena
itu, keterpisahan fisis dari orang lain yang kadang disebut dengan ruhbâniayh
adalah tercela sebagaimana diriwayatkan, "Tidak ada ruhbâniyah di dalam
Islam, dan jelas berbeda dengan maksud dari ceramah di atas.
Kesimpulannya,
ceramah ke-23 dan 127 Nahjul Balaghah mendukung berat kehidupan sosial, dan
pada dasarnya kecenderungan hidup bermasyarakat itu bermula dari faktor
kekuatan nalar manusia yang mendorongnya pada kehidupan sosial yang lebih
bermanfaat dan menghindari kehidupan terkucil yang penuh bahaya.
0 Response to "Falsafah Kehidupan Sosial"
Post a Comment
Terima kasih sudah membaca blog saya, silahkan tinggalkan komentar.